Masa
Hindia Belanda
Kenyataan sejarah
menunjukkan bahwa pemuda Indonesia mempunyai "saham"
besar dalam pergerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia serta ada dan
berkembangnya pendidikan kepanduan nasional Indonesia. Dalam perkembangan
pendidikan kepanduan itu tampak adanya dorongan dan semangat untuk bersatu,
namun terdapat gejala adanya berorganisasi yang Bhinneka.
Organisasi kepanduan
di Indonesia dimulai oleh adanya cabang "Nederlandsche Padvinders Organisatie" (NPO) pada tahun 1912,
yang pada saat pecahnya Perang Dunia I memiliki kwartir besar sendiri serta
kemudian berganti nama menjadi "Nederlands-Indische Padvinders Vereeniging" (NIPV) pada
tahun 1916.
Organisasi Kepanduan
yang diprakarsai oleh bangsa Indonesia adalah Javaansche Padvinders
Organisatie; berdiri atas prakarsa S.P.
Mangkunegara VII pada tahun 1916.
Kenyataan bahwa
kepanduan itu senapas dengan pergerakan nasional, seperti tersebut di atas
dapat diperhatikan pada adanya "Padvinder Muhammadiyah" yang pada 1920 berganti nama menjadi "Hizbul Wathan" (HW); "Nationale Padvinderij"
yang didirikan oleh Budi Utomo; Syarikat Islam mendirikan "Syarikat Islam
Afdeling Padvinderij" yang kemudian diganti menjadi "Syarikat Islam
Afdeling Pandu" dan lebih dikenal dengan SIAP, Nationale Islamietische
Padvinderij (NATIPIJ) didirikan oleh Jong Islamieten Bond (JIB) dan Indonesisch
Nationale Padvinders Organisatie (INPO) didirikan oleh Pemuda Indonesia.
Hasrat bersatu bagi
organisasi kepanduan Indonesia waktu itu tampak mulai dengan terbentuknya PAPI
yaitu "Persaudaraan Antara Pandu Indonesia" merupakan federasi dari
Pandu Kebangsaan, INPO, SIAP, NATIPIJ dan PPS pada tanggal 23 Mei 1928.
Federasi ini tidak dapat bertahan lama, karena niat
adanya fusi, akibatnya pada 1930 berdirilah Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) yang dirintis oleh tokoh
dari Jong Java Padvinders/Pandu Kebangsaan (JJP/PK), INPO dan PPS (JJP-Jong
Java Padvinderij); PK-Pandu Kebangsaan).
PAPI kemudian
berkembang menjadi Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia (BPPKI) pada
bulan April 1938.
Antara tahun
1928-1935 bermuncullah gerakan kepanduan Indonesia baik yang bernapas utama
kebangsaan maupun bernapas agama. kepanduan yang bernapas kebangsaan dapat
dicatat Pandu Indonesia (PI), Padvinders Organisatie Pasundan (POP), Pandu
Kesultanan (PK), Sinar Pandu Kita (SPK) dan Kepanduan Rakyat Indonesia (KRI).
Sedangkan yang bernapas agama Pandu Ansor, Al Wathoni, Hizbul Wathan, Kepanduan Islam Indonesia
(KII), Islamitische Padvinders Organisatie (IPO), Tri Darma (Kristen),
Kepanduan Azas Katolik Indonesia (KAKI), Kepanduan
Masehi Indonesia (KMI).
Sebagai upaya untuk
menggalang kesatuan dan persatuan, Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia
BPPKI merencanakan "All Indonesian Jamboree". Rencana ini mengalami
beberapa perubahan baik dalam waktu pelaksanaan maupun nama kegiatan, yang kemudian
disepakati diganti dengan "Perkemahan Kepanduan Indonesia Oemoem"
disingkat PERKINO dan dilaksanakan pada tanggal 19-23 Juli 1941 di
Yogyakarta.
Masa
Bala Tentara Dai Nippon
"Dai
Nippon" ! Itulah nama yang dipakai untuk menyebut Jepang pada
waktu itu. Pada masa Perang Dunia II, bala tentara Jepang mengadakan
penyerangan dan Belanda meninggalkan Indonesia. Partai dan organisasi rakyat
Indonesia, termasuk gerakan kepanduan, dilarang berdiri. Namun upaya
menyelenggarakan PERKINO II tetap dilakukan. Bukan hanya itu, semangat
kepanduan tetap menyala di dada para anggotanya.Karena Pramuka merupakan suatu
organisai yang menjungjung tinggi nilai persatuan.Oleh karena itulah bangsa
jepang tidak mengijinkan Pramuka tetap lahir di bumi pertiwi.
Masa
Republik Indonesia
Sebulan sesudah
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia,
beberapa tokoh kepanduan berkumpul di Yogyakarta dan bersepakat untuk membentuk Panitia
Kesatuan Kepanduan Indonesia sebagai suatu panitia kerja, menunjukkan
pembentukan satu wadah organisasi kepanduan untuk seluruh bangsa Indonesia dan
segera mengadakan Konggres Kesatuan Kepanduan Indonesia.
Kongres yang
dimaksud, dilaksanakan pada tanggal 27-29 Desember 1945 di Surakarta dengan
hasil terbentuknya Pandu Rakyat Indonesia. Perkumpulan ini didukung oleh
segenap pimpinan dan tokoh serta dikuatkan dengan "Janji Ikatan
Sakti", lalu pemerintah RI mengakui sebagai satu-satunya organisasi
kepanduan yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan No.93/Bag. A, tertanggal 1 Februari 1947.
Tahun-tahun sulit
dihadapi oleh Pandu Rakyat Indonesia karena serbuan Belanda. Bahkan pada
peringatan kemerdekaan 17 Agustus 1948 waktu
diadakan api unggun di halaman gedung Pegangsaan Timur 56, Jakarta, senjata
Belanda mengancam dan memaksa Soeprapto menghadap Tuhan, gugur sebagai Pandu,
sebagai patriot yang membuktikan cintanya pada negara, tanah air dan bangsanya.
Di daerah yang diduduki Belanda, Pandu Rakyat dilarang berdiri,. Keadaan ini
mendorong berdirinya perkumpulan lain seperti Kepanduan Putera Indonesia (KPI),
Pandu Puteri Indonesia (PPI), Kepanduan Indonesia Muda (KIM).
Masa perjuangan
bersenjata untuk mempertahankan negeri tercinta merupakan pengabdian juga bagi
para anggota pergerakan kepanduan di Indonesia, kemudian berakhirlah periode
perjuangan bersenjata untuk menegakkan dan mempertahakan kemerdekaan itu, pada
waktu inilah Pandu Rakyat Indonesia mengadakan Kongres II di Yogyakarta pada
tanggal 20-22 Januari 1950.
Kongres ini antara
lain memutuskan untuk menerima konsepsi baru, yaitu memberi kesempatan kepada
golongan khusus untuk menghidupakan kembali bekas organisasinya masing-masing
dan terbukalah suatu kesempatan bahwa Pandu Rakyat Indonesia bukan lagi
satu-satunya organisasi kepanduan di Indonesia dengan keputusan Menteri PP dan
K nomor 2344/Kab. tertanggal 6 September 1951 dicabutlah pengakuan pemerintah bahwa
Pandu Rakyat Indonesia merupakan satu-satunya wadah kepanduan di Indonesia,
jadi keputusan nomor 93/Bag. A tertanggal 1 Februari 1947 itu berakhir sudah.
Mungkin agak aneh
juga kalau direnungi, sebab sepuluh hari sesudah keputusan Menteri No. 2334/Kab.
itu keluar, maka wakil-wakil organi-sasi kepanduan menga-dakan konfersensi di
Ja-karta. Pada saat inilah tepatnya tanggal 16 September
1951 diputuskan berdirinya Ikatan Pandu Indonesia (IPINDO)
sebagai suatu federasi.
Pada 1953 Ipindo
berhasil menjadi anggota kepanduan sedunia
Ipindo merupakan
federasi bagi organisasi kepanduan putera, sedangkan bagi organisasi puteri
terdapat dua federasi yaitu PKPI (Persatuan Kepanduan Puteri Indonesia) dan
POPPINDO (Persatuan Organisasi Pandu Puteri Indonesia). Kedua federasi ini
pernah bersama-sama menyambut singgahnya Lady Baden-Powell ke Indonesia, dalam
perjalanan ke Australia.
Dalam peringatan Hari
Proklamasi Kemerdekaan RI yang ke-10 Ipindo menyelenggarakan Jambore Nasional,
bertempat di Ragunan,Pasar Minggu pada tanggal 10-20
Agustus 1955, Jakarta.
Ipindo sebagai wadah
pelaksana kegiatan kepanduan merasa perlu menyelenggarakan seminar agar dapat
gambaran upaya untuk menjamin kemurnian dan kelestarian hidup kepanduan.
Seminar ini diadakan di Tugu, Bogor pada bulan Januari 1957.
Seminar Tugu ini
meng-hasilkan suatu rumusan yang diharapkan dapat dijadikan acuan bagi setiap
gerakan kepanduan di Indonesia. Dengan demikian diharapkan ke-pramukaan yang
ada dapat dipersatukan. Setahun kemudian pada bulan Novem-ber 1958, Pemerintah
RI, dalam hal ini Departemen PP dan K mengadakan seminar di Ciloto, Bogor, Jawa
Barat, dengan topik "Penasionalan Kepanduan".
Kalau Jambore untuk
putera dilaksanakan di Ragunan Pasar Minggu-Jakarta, maka PKPI menyelenggarakan
perkemahan besar untuk puteri yang disebut Desa Semanggi bertempat di Ciputat.
Desa Semanggi itu terlaksana pada tahun 1959. Pada tahun ini juga Ipindo
mengirimkan kontingennya ke Jambore Dunia di MT. Makiling Filipina.
Nah, masa-masa
kemudian adalah masa menjelang lahirnya Gerakan Pramuka.
Kelahiran
Gerakan Pramuka
Sejarah Pramuka
Indonesia
Gerakan Pramuka lahir pada tahun 1961,
jadi kalau akan menyimak latar belakang lahirnya Gerakan Pramuka, orang perlu
mengkaji keadaan, kejadian dan peristiwa pada sekitar tahun 1960.
Dari ungkapan yang
telah dipaparkan di depan kita lihat bahwa jumlah perkumpulan kepanduan di
Indonesia waktu itu sangat banyak. Jumlah itu tidak sepandan dengan jumlah
seluruh anggota perkumpulan itu.
Peraturan yang timbul
pada masa perintisan ini adalah Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960, tanggal 3
Desember 1960 tentang rencana pembangunan Nasional Semesta Berencana. Dalam
ketetapan ini dapat ditemukan Pasal 330. C. yang menyatakan bahwa dasar
pendidikan di bidang kepanduan adalah Pancasila. Seterusnya penertiban tentang
kepanduan (Pasal 741) dan pendidikan kepanduan supaya diintensifkan dan
menyetujui rencana Pemerintah untuk mendirikan Pramuka (Pasal 349 Ayat 30).
Kemudian kepanduan supaya dibebaskan dari sisa-sisa Lord Baden Powell (Lampiran
C Ayat 8).
Ketetapan itu memberi
kewajiban agar Pemerintah melaksanakannya. Karena itulah Pesiden/Mandataris
MPRS pada 9 Maret 1961 mengumpulkan tokoh-tokoh dan pemimpin gerakan kepanduan
Indonesia, bertempat di Istana Negara. Hari Kamis malam itulah Presiden
mengungkapkan bahwa kepanduan yang ada harus diperbaharui, metode dan aktivitas
pendidikan harus diganti, seluruh organisasi kepanduan yang ada dilebur menjadi
satu yang disebut Pramuka. Presiden juga menunjuk panitia yang terdiri atas Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Menteri P dan K Prof. Prijono, Menteri Pertanian Dr.A. Azis Saleh dan Menteri
Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa, Achmadi. Panitia ini
tentulah perlu sesuatu pengesahan. Dan kemudian terbitlah Keputusan Presiden RI
No.112 Tahun 1961 tanggal 5 April 1961, tentang Panitia Pembantu Pelaksana
Pembentukan Gerakan Pramuka dengan susunan keanggotaan seperti yang disebut
oleh Presiden pada tanggal 9 Maret 1961.
Ada perbedaan sebutan
atau tugas panitia antara pidato Presiden dengan Keputusan Presiden itu.
Masih dalam bulan
April itu juga, keluarlah Keputusan Presiden RI Nomor 121 Tahun 1961 tanggal 11
April 1961 tentang Panitia Pembentukan Gerakan Pramuka. Anggota Panitia ini
terdiri atas Sri Sultan (Hamengku Buwono IX), Prof. Prijono, Dr. A. Azis Saleh,
Achmadi dan Muljadi Djojo Martono (Menteri Sosial).
Panitia inilah yang kemudian mengolah Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, sebagai Lampiran Keputusan Presiden R.I Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961 tentang Gerakan Pramuka.
Kelahiran
Gerakan Pramuka
Gerakan Pramuka
ditandai dengan serangkaian peristiwa yang saling berkaitan yaitu :
1.
Pidato Presiden/Mandataris MPRS dihadapan para tokoh
dan pimpinan yang mewakili organisasi kepanduan yang terdapat di Indonesia pada
tanggal 9 Maret 1961 di Istana Negara. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI
TUNAS GERAKAN PRAMUKA
2.
Diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun
1961, tanggal 20 Mei 1961, tentang Gerakan Pramuka yang menetapkanGerakan
Pramuka sebagai satu-satunya organisasi kepanduan yang ditugaskan
menyelenggarakan pendidikan kepanduan bagi anak-anak dan pemuda Indonesia,
serta mengesahkan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka yang dijadikan pedoman,
petunjuk dan pegangan bagi para pengelola Gerakan Pramuka dalam menjalankan
tugasnya. Tanggal 20 Mei adalah; Hari Kebangkitan Nasional, namun bagi Gerakan
Pramuka memiliki arti khusus dan merupakan tonggak sejarah untuk pendidikan di
lingkungan ke tiga. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI PERMULAAN TAHUN
KERJA.
3.
Pernyataan para wakil organisasi kepanduan di
Indonesia yang dengan ikhlas meleburkan diri ke dalam organisasi Gerakan
Pramuka, dilakukan di Istana Olahraga Senayan pada tanggal 30 Juli 1961.
Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI IKRAR GERAKAN PRAMUKA.
4.
Pelantikan Mapinas, Kwarnas dan Kwarnari di Istana
Negara, diikuti defile Pramuka untuk diperkenalkan kepada masyarakat yang
didahului dengan penganugerahan Panji-Panji Gerakan Pramuka, dan kesemuanya ini
terjadi pada tanggal pada tanggal 14 Agustus 1961. Peristiwa ini
kemudian disebut sebagai HARI PRAMUKA.
Gerakan Pramuka Diperkenalkan
Pidato Presiden pada
tanggal 9 Maret 1961 juga menggariskan agar pada peringatan Proklamasi
Kemerdekaan RI Gerakan Pramuka telah ada dan dikenal oleh masyarakat. Oleh
karena itu Keppres RI No.238 Tahun 1961 perlu ada pendukungnya yaitu pengurus
dan anggotanya.
Menurut Anggaran
Dasar Gerakan Pramuka, pimpinan perkumpulan ini dipegang oleh Majelis Pimpinan
Nasional (MAPINAS) yang di dalamnya terdapat Kwartir Nasional Gerakan Pramuka
dan Kwartir Nasional Harian.
Badan Pimpinan Pusat
ini secara simbolis disusun dengan mengambil angka keramat 17-8-’45, yaitu
terdiri atas Mapinas beranggotakan 45 orang di antaranya duduk dalam Kwarnas 17
orang dan dalam Kwarnasri 8 orang.
Namun demikian dalam
realisasinya seperti tersebut dalam Keppres RI No.447 Tahun 1961, tanggal 14
Agustus 1961 jumlah anggota Mapinas menjadi 70 orang dengan rincian dari 70
anggota itu 17 orang di antaranya sebagai anggota Kwarnas dan 8 orang di antara
anggota Kwarnas ini menjadi anggota Kwarnari.
Mapinas diketuai oleh
Dr. Ir. Soekarno, Presiden RI dengan Wakil Ketua I, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan
Wakil Ketua II Brigjen TNI Dr.A. Aziz Saleh.
Sementara itu dalam
Kwarnas, Sri Sultan Hamengku Buwono IX menjabat Ketua dan Brigjen TNI Dr.A.
Aziz Saleh sebagai Wakil Ketua merangkap Ketua Kwarnari.
Gerakan Pramuka
secara resmi diperkenalkan kepada seluruh rakyat Indonesia pada tanggal 14
Agustus 1961 bukan saja di Ibukota Jakarta, tapi juga di tempat yang penting di
Indonesia. Di Jakarta sekitar 10.000 anggota Gerakan Pramuka mengadakan Apel
Besar yang diikuti dengan pawai pembangunan dan defile di depan Presiden dan
berkeliling Jakarta.
Sebelum kegiatan
pawai/defile, Presiden melantik anggota Mapinas, Kwarnas dan Kwarnari, di
Istana negara, dan menyampaikan anugerah tanda penghargaan dan kehormatan
berupa Panji Gerakan Kepanduan Nasional Indonesia (Keppres No.448 Tahun 1961)
yang diterimakan kepada Ketua Kwartir Nasional, Sri Sultan Hamengku Buwono IX
sesaat sebelum pawai/defile dimulai.
Peristiwa perkenalan
tanggal 14 Agustus 1961 ini kemudian dilakukan sebagai HARI PRAMUKA yang setiap
tahun diperingati oleh seluruh jajaran dan anggota Gerakan Pramuka.
No comments:
Post a Comment